BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif,
hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga
faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik
negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik
disuatu negara. Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan
waktu, sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana
sistem politik Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga
maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas
Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga
melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian,
kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan
positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem politik negara lain.
Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem
politik Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan
institusiinstitusi nasional dan internasional. Artinya lingkungan internal dan
eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami
terlebih dahulu.
B.
Rumusan Masalah
Untuk
mempermudahkan dalam penulisan Karya tulis ini, maka penulis menyusun rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian Sistem Politik ?
2.
Bagaimana proses politik di Indonesia ?
3.
Bagaimana sejarah system politik di Indonesia ?
4.
Bagaimana peran serta masyarakat dalam sistem politik di
Indonesia ?
C.
Tujuan Penulisan
Disamping sebagai tugas guna memenuhi sebagian persyaratan
untuk menempuh kenaikan kelas XI di SMK TUNAS HARAPAN PATI, karya tulis ini
disusun juga bertujuan untuk lebih mengetahui tentang :
1.
Pengertian Sistem Politik
2.
Proses politik di Indonesia
3.
Sejarah sistem politik di Indonesia
4.
Peran serta masyarakat dalam sistem politik di Indonesia
5.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian sistem
Politik
1.
Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks
dan terorganisasi.
2.
Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang
artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam
kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata
cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan
Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan
pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan
organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan
yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu
wilayah tertentu.
3.
Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan
pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain
untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan
dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan
Negara dan hubungan Negara dengan Negara
Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah
Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik
yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng
4.
Pengertian Sistem Politik di Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau
keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan
kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan
tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi
negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam
Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang
seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan
infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan
tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur
politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia
diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang
akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media
massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure
Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure),
dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui
badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan
dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya
partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan
aspirasi dan kehendak rakyat.
B. Proses Politik Di
Indonesia
Sejarah Sistem
politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa
berikut ini:
-
Masa prakolonial
-
Masa kolonial (penjajahan)
-
Masa Demokrasi Liberal
-
Masa Demokrasi terpimpin
-
Masa Demokrasi Pancasila
-
Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara
sistematis dari aspek :
-
Penyaluran tuntutan
-
Pemeliharaan nilai
-
Kapabilitas
-
Integrasi vertical
-
Integrasi horizontal
-
Gaya politik
-
Kepemimpinan
-
Partisipasi massa
-
Keterlibatan militer
-
Aparat Negara
-
Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai
berikut :
1.
Masa prakolonial (Kerajaan)
-
Penyaluran tuntutan : rendah dan terpenuhi
-
Pemeliharaan nilai :
disesuikan dengan penguasa
-
Kapabilitas :
SDA melimpah
-
Integrasi vertikal :
atas bawah
-
Integrasi horizontal :
nampak hanya sesama penguasa kerajaan
-
Gaya politik :
kerajaan
-
Kepemimpinan :
raja, pangeran dan keluarga kerajaan
-
Partisipasi massa :
sangat rendah
-
Keterlibatan militer :
sangat kuat karena berkaitan dengan
perang
-
Aparat negara : loyal kepada kerajaan dan raja yang
memerintah
-
Stabilitas :
stabil dimasa aman dan instabil dimasa
perang
2.
Masa kolonial (penjajahan)
-
Penyaluran tuntutan : rendah dan tidak terpenuhi
-
Pemeliharaan nilai : sering terjadi pelanggaran ham
-
Kapabilitas : melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan
penjajah
-
Integrasi vertikal : atas bawah tidak harmonis
-
Integrasi horizontal : harmonis dengan sesama penjajah atau elit
pribumi
-
Gaya politik : penjajahan, politik belah bambu (memecah
belah)
-
Kepemimpinan : dari penjajah dan elit pribumi yang
diperalat
-
Partisipasi massa : sangat rendah bahkan tidak ada
-
Keterlibatan militer :
sangat besar
-
Aparat negara : loyal kepada penjajah
-
Stabilitas : stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3.
Masa Demokrasi Liberal
-
Penyaluran tuntutan : tinggi tapi sistem belum memadani
-
Pemeliharaan nilai : penghargaan HAM tinggi
-
Kapabilitas : baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan
masih potensial
-
Integrasi vertikal : dua arah, atas bawah dan bawah atas
-
Integrasi horizontal : disintegrasi, muncul solidarity makers dan
administrator
-
Gaya politik : ideologis
-
Kepemimpinan : angkatan sumpah pemuda tahun 1928
-
Partisipasi massa : sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
-
Keterlibatan militer : militer dikuasai oleh sipil
-
Aparat negara : loyak kepada kepentingan kelompok atau
partai
-
Stabilitas : instabilitas
4.
Masa Demokrasi terpimpin
-
Penyaluran tuntutan : tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya
Front nas
-
Pemeliharaan nilai : Penghormatan HAM rendah
-
Kapabilitas : abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi
tidak maju
-
Integrasi vertikal : atas bawah
-
Integrasi horizontal : berperan solidarity makers,
-
Gaya politik : ideolog, nasakom
-
Kepemimpinan : tokoh kharismatik dan paternalistik
-
Partisipasi massa : dibatasi
-
Keterlibatan militer : militer masuk ke pemerintahan
-
Aparat negara : loyal kepada negara
-
Stabilitas : stabil
5.
Masa Demokrasi Pancasila
-
Penyaluran tuntutan : awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi
karena fusi
-
Pemeliharaan nilai : terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan
HAM
-
Kapabilitas : sistem terbuka
-
Integrasi vertikal : atas bawah
-
Integrasi horizontal : nampak
-
Gaya politik : intelek, pragmatik, konsep pembangunan
-
Kepemimpinan : teknokrat dan ABRI
-
Partisipasi massa : awalnya bebas terbatas, kemudian lebih
banyak dibatasi
-
Keterlibatan militer : merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
-
Aparat negara : loyal kepada pemerintah (Golkar)
-
Stabilitas : stabil
6.
Masa Reformasi
-
Penyaluran tuntutan : tinggi dan terpenuhi
-
Pemeliharaan nilai : Penghormatan HAM tinggi
-
Kapabilitas : disesuaikan dengan Otonomi daerah
-
Integrasi vertikal : dua arah, atas bawah dan bawah atas
-
Integrasi horizontal : nampak, muncul kebebasan (euforia)
-
Gaya politik : pragmatik
-
Kepemimpinan : sipil, purnawiranan, politisi
-
Partisipasi massa : tinggi
-
Keterlibatan militer : dibatasi
-
Aparat negara : harus loyal kepada negara bukan pemerintah
-
Stabilitas : instabil
BAB
III
PEMBAHASAN
ISI
A. Sejarah Sistem
Politik di Indonesia
Sejarah Sistem
Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya.
Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia
tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik
biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar
menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena
sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan
analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari
sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional
dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas.
Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan
sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.
Proses politik
mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah
kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai
keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar
politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh
teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral.
Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi
(performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat,
lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan
memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit
politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan
internasional. Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output.
Proses mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5
kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas
Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan
SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal
oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika
datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi
pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas
Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian
rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang
diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula
dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas
Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu
dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka
kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat
terkekang.
4. Kapabilitas
simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif
membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan
yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. Kapabilitas
responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output,
output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau
adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas
responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa
sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak
negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional.
Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower)
memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara
berkembang.
B. Peran Serta
Masyarakat Dalam Sistem Politik
Dilihat dari
perkembangan sejarah, demokrasi Indonesia dibedakan dalam beberapa masa, yaitu
Masa Republik Indonesia I, Masa Republik Indonesia II, Masa Republik Indonesia
III.
1. Masa Republik
Indonesia I
Pada masa RI I masa
demokrasi konstitusional menonjolkan peranan parlemen dan partai-partai politik
sehingga disebut demokrasi parlementer.
2. Masa Republik
Indonesia II
Pada masa RI II
lebih dikenal dengan masa demokrasi terpimpin. Pada masa ini pula beberapa
aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional secara moral sebagai
landasannya. Selain itu telah menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat dalam
pelakasanaannya.
3. Masa Republik
Indonesia III
Pada masa RI III
demokrasi Pancasila mucnul sebagai demokrasi konstitusional dengan menonjolkan
sistem presidensil. Dengan demikian peranan eksekutif terutama pada masa orde
baru sangat dominan dalam menjalankan dan mengendalikan jalannya pemerintahan.
Demokrasi
Pancasila pada masa reformasi secara formal menunjukkan sistem presidensiil.
Namun, peranan legislatif cukup menonjol dalam menjalankan dan mengendalikan
jalannya roda pemerintahan. Untuk itu kita harus dapat memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa sehingga pembangunan nasional yang telah berlanjut tetap dapat
dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Perlu disadari bahwa di dalam
kehidupan bermasyarakat terdapat aneka ragam kepentingan dan pendapat yang
berbeda. Segala sesuatunya harus dapat diselesaikan sesuai dengan tatanan
masyarakat, termasuk wadah berupa kelembagaan-kelembagaan negara. Dalam hal
ini, antara lain lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga yang dapat
menyalurkan kepentingan dan pendapat rakyat yang beraneka ragam.
Karena itu bangsa
Indonesia hendaknya dpaat bersikap positif dalam pengembangan demokrasi
Pancasila antar alain sebagai berikut :
a. Menggunakan hak
pilihnya (hak memilih dan dipilih)
b. Ikut melaksanakan
pemilu secara langsung.
c. Musyawarah
mufakat.
d. Mengakui dan
menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan beragama.
e. Menjunjung tinggi
hukum yang sedang berlaku.
Bentuk perwujudan
hak dan wewenang warga Indonesia dalam demokrasi Pancasila, antara lain sebagai
berikut :
a. Menadi anggota /
pengurus ormas atau orpol sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.
b. Memperoleh
pendidikand an ikut menangani serta mengembangkan pendidikan sesuai dengan
pasal 31 UUD 1945.
c. Ikut aktif dalam
kegiatan koperasi dan kegiatan ekonomi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.
Dengan demikian
setiap warga negara Indonesia harus ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan
dan pengembangan demokrasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Indonesia adalah
negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system demokrasi, di mana
kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut
sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Para Bapak Bangsa yang meletakkan dasar
pembentukan Negara Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat yang berasal dari beragam suku
bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar dan kecil, di
bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia pernah
menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS)
selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), namun kembali ke
bentuk pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997),
pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang
bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk
mewujudkan desentralisasi kekuasaan.
Sistem politik
Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam
Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses
penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi
dan penyusunan skala prioritasnya.
Konstitusi Negara
Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur kedudukan dan
tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara
lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
UUD 1945 juga
mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lembaga Eksekutif
terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang
wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin
oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin
oleh seorang bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman
yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi
bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya.
Fungsi MA adalah
melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi
adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang
telah memasuki tahap amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan
perubahan mendasar terhadap tugas dan hubungan lembaga-lembaga negara.
B.
Saran
Peran penting
sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan dengan faktor
lingkungan. Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem politik
merupakan hasil bentukan budaya yang terdapat di dalam maupun di luar sistem.
Budaya sendiri
merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola perilaku, cita rasa, yang
dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke generasi lainnya.
Dengan demikian sangatlah naif apabila kita menganalisa sistem politik sekarang
tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita dapatkan hanyalah analisa
sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan perbaikan sistem
politik di masa depan.
Apabila sistem
berfungsi seperti tahapan yang digambarkan, kita akan mendapatkan “sistem
politik stabil.” Sedangkan apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan, maka
kita akan mendapatkan “sistem politik disfungsional.” Easton menetapkan batasan
lingkungan pada sistem politik dimana input dan output senantiasa berada dalam
keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mariam
Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu
Politik”, Gramedia, 2003
Murshadi
“Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III”,
Rhineka Putra, bandung, 1999
Nugroho
Notosusanto, “Sejarah Nasional
Indonesia”, Balai Pustaka, 2008
Nazaruddin,
“Profil Budaya Politik Indonesia”,
Pustaka Utama, 1991
Nazaruddin
Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”,
Gramedia Pustaka Utama, 1993
Sukarna,
“Sistem Politik Indonesia, Jilid 4”,
Mandar Maju, 1993
Terimakasih makalahnya sangat membantu
BalasHapus