Rabu, 05 Februari 2014

makalah tentang sistem politik indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sistem politik pada suatu negara terkadang bersifat relatif, hal ini dipengaruhi oleh elemen-elemen yang membentuk sistem tersebut. Juga faktor sejarah dalam perpolitikan di suatu negara. Pengaruh sistem politik negara lain juga turut memberi kontribusi pada pembentukan sistem politik disuatu negara. Seperti halnya sistem politik di Indonesia, seiring dengan waktu, sistem politik di Indonesia selalu mengalami perubahan.
Indonesia merupakan bagian dari sistem politik dunia, dimana sistem politik Indonesia akan berpengaruh pada sistem politik negara tetangga maupun dalam cakupan lebih luas. Struktur kelembagaan atau institusi khas Indonesia akan terus berinteraksi secara dinamis, saling mempengaruhi, sehingga melahirkan sistem politik hanya dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, kekhasan sistem politik Indonesia belum dapat dikatakan unggul bila kemampuan positif struktur dan fungsinya belum diperhitungkan sistem politik negara lain.
Salah satu syarat penting dalam memahami bagaimana sistem politik Indonesia adalah melalui pengembangan wawasan dengan melibatkan institusiinstitusi nasional dan internasional. Artinya lingkungan internal dan eksternal sebagai batasan dari suatu sistem politik Indonesia harus dipahami terlebih dahulu.

B.     Rumusan Masalah
Untuk mempermudahkan dalam penulisan Karya tulis ini, maka penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Sistem Politik ?
2.      Bagaimana proses politik di Indonesia ?
3.      Bagaimana sejarah system politik di Indonesia ?
4.      Bagaimana peran serta masyarakat dalam sistem politik di Indonesia ?

C.    Tujuan Penulisan
Disamping sebagai tugas guna memenuhi sebagian persyaratan untuk menempuh kenaikan kelas XI di SMK TUNAS HARAPAN PATI, karya tulis ini disusun juga bertujuan untuk lebih mengetahui tentang :
1.      Pengertian Sistem Politik
2.      Proses politik di Indonesia
3.      Sejarah sistem politik di Indonesia
4.      Peran serta masyarakat dalam sistem politik di Indonesia

5.       
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian sistem Politik
1.      Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
2.      Pengertian Politik
Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Pada awalnya politik berhubungan dengan berbagai macam kegiatan dalam Negara/kehidupan Negara
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
3.      Pengertian Sistem Politik
Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara
Sistem Politik menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng

4.      Pengertian Sistem Politik di Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/Negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah Lembaga-Lembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakt diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.

B.     Proses Politik Di Indonesia
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
-          Masa prakolonial
-          Masa kolonial (penjajahan)
-          Masa Demokrasi Liberal
-          Masa Demokrasi terpimpin
-          Masa Demokrasi Pancasila
-          Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari   aspek :
-          Penyaluran tuntutan
-          Pemeliharaan nilai
-          Kapabilitas
-          Integrasi vertical
-          Integrasi horizontal
-          Gaya politik
-          Kepemimpinan
-          Partisipasi massa
-          Keterlibatan militer
-          Aparat Negara
-          Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1.      Masa prakolonial (Kerajaan)
-            Penyaluran tuntutan   :    rendah dan terpenuhi
-            Pemeliharaan nilai      :    disesuikan dengan penguasa
-            Kapabilitas                 :    SDA melimpah
-            Integrasi vertikal        :    atas bawah
-            Integrasi horizontal    :    nampak hanya sesama penguasa kerajaan
-            Gaya politik                :    kerajaan
-            Kepemimpinan           :    raja, pangeran dan keluarga kerajaan
-            Partisipasi massa         :    sangat rendah
-            Keterlibatan militer    :    sangat kuat karena berkaitan dengan perang
-            Aparat negara             :    loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
-            Stabilitas                     :    stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2.      Masa kolonial (penjajahan)
-            Penyaluran tuntutan   :    rendah dan tidak terpenuhi
-            Pemeliharaan nilai      :    sering terjadi pelanggaran ham
-            Kapabilitas                 :    melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
-            Integrasi vertikal        :    atas bawah tidak harmonis
-            Integrasi horizontal    :    harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
-            Gaya politik                :    penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
-            Kepemimpinan           :    dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
-            Partisipasi massa         :    sangat rendah bahkan tidak ada
-            Keterlibatan militer    :    sangat besar
-            Aparat negara             :    loyal kepada penjajah
-            Stabilitas                     :    stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3.      Masa Demokrasi Liberal
-            Penyaluran tuntutan   :    tinggi tapi sistem belum memadani
-            Pemeliharaan nilai      :    penghargaan HAM tinggi
-            Kapabilitas                 :    baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
-            Integrasi vertikal        :    dua arah, atas bawah dan bawah atas
-            Integrasi horizontal    :    disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
-            Gaya politik                :    ideologis
-            Kepemimpinan           :    angkatan sumpah pemuda tahun 1928
-            Partisipasi massa         :    sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
-            Keterlibatan militer    :    militer dikuasai oleh sipil
-            Aparat negara             :    loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
-            Stabilitas                     :    instabilitas
4.      Masa Demokrasi terpimpin
-            Penyaluran tuntutan   :    tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
-            Pemeliharaan nilai      :    Penghormatan HAM rendah
-            Kapabilitas                 :    abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
-            Integrasi vertikal        :    atas bawah
-            Integrasi horizontal    :    berperan solidarity makers,
-            Gaya politik                :    ideolog, nasakom
-            Kepemimpinan           :    tokoh kharismatik dan paternalistik
-            Partisipasi massa         :    dibatasi
-            Keterlibatan militer    :    militer masuk ke pemerintahan
-            Aparat negara             :    loyal kepada negara
-            Stabilitas                     :    stabil


5.      Masa Demokrasi Pancasila
-            Penyaluran tuntutan   :    awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
-            Pemeliharaan nilai      :    terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
-            Kapabilitas                 :    sistem terbuka
-            Integrasi vertikal        :    atas bawah
-            Integrasi horizontal    :    nampak
-            Gaya politik                :    intelek, pragmatik, konsep pembangunan
-            Kepemimpinan           :    teknokrat dan ABRI
-            Partisipasi massa         :    awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
-            Keterlibatan militer    :    merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
-            Aparat negara             :    loyal kepada pemerintah (Golkar)
-            Stabilitas                     :    stabil
6.      Masa Reformasi
-            Penyaluran tuntutan   :    tinggi dan terpenuhi
-            Pemeliharaan nilai      :    Penghormatan HAM tinggi
-            Kapabilitas                 :    disesuaikan dengan Otonomi daerah
-            Integrasi vertikal        :    dua arah, atas bawah dan bawah atas
-            Integrasi horizontal    :    nampak, muncul kebebasan (euforia)
-            Gaya politik                :    pragmatik
-            Kepemimpinan           :    sipil, purnawiranan, politisi
-            Partisipasi massa         :    tinggi
-            Keterlibatan militer    :    dibatasi
-            Aparat negara             :    harus loyal kepada negara bukan pemerintah
-            Stabilitas                     :    instabil



BAB III
PEMBAHASAN ISI

A.    Sejarah Sistem Politik di Indonesia
Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proses mengkonversi input menjadi output dilakukan  oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1.      Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2.      Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3.      Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4.      Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5.      Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.

B.     Peran Serta Masyarakat Dalam Sistem Politik
Dilihat dari perkembangan sejarah, demokrasi Indonesia dibedakan dalam beberapa masa, yaitu Masa Republik Indonesia I, Masa Republik Indonesia II, Masa Republik Indonesia III.
1.      Masa Republik Indonesia I
Pada masa RI I masa demokrasi konstitusional menonjolkan peranan parlemen dan partai-partai politik sehingga disebut demokrasi parlementer.
2.      Masa Republik Indonesia II
Pada masa RI II lebih dikenal dengan masa demokrasi terpimpin. Pada masa ini pula beberapa aspek telah menyimpang dari demokrasi konstitusional secara moral sebagai landasannya. Selain itu telah menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat dalam pelakasanaannya.
3.      Masa Republik Indonesia III
Pada masa RI III demokrasi Pancasila mucnul sebagai demokrasi konstitusional dengan menonjolkan sistem presidensil. Dengan demikian peranan eksekutif terutama pada masa orde baru sangat dominan dalam menjalankan dan mengendalikan jalannya pemerintahan.
Demokrasi Pancasila pada masa reformasi secara formal menunjukkan sistem presidensiil. Namun, peranan legislatif cukup menonjol dalam menjalankan dan mengendalikan jalannya roda pemerintahan. Untuk itu kita harus dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa sehingga pembangunan nasional yang telah berlanjut tetap dapat dilaksanakan dalam usaha mencapai tujuan nasional.
Perlu disadari bahwa di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat aneka ragam kepentingan dan pendapat yang berbeda. Segala sesuatunya harus dapat diselesaikan sesuai dengan tatanan masyarakat, termasuk wadah berupa kelembagaan-kelembagaan negara. Dalam hal ini, antara lain lembaga perwakilan rakyat merupakan lembaga yang dapat menyalurkan kepentingan dan pendapat rakyat yang beraneka ragam.
Karena itu bangsa Indonesia hendaknya dpaat bersikap positif dalam pengembangan demokrasi Pancasila antar alain sebagai berikut :
a.       Menggunakan hak pilihnya (hak memilih dan dipilih)
b.      Ikut melaksanakan pemilu secara langsung.
c.       Musyawarah mufakat.
d.      Mengakui dan menghormati hak asasi manusia termasuk kebebasan beragama.
e.       Menjunjung tinggi hukum yang sedang berlaku.
Bentuk perwujudan hak dan wewenang warga Indonesia dalam demokrasi Pancasila, antara lain sebagai berikut :
a.       Menadi anggota / pengurus ormas atau orpol sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.
b.      Memperoleh pendidikand an ikut menangani serta mengembangkan pendidikan sesuai dengan pasal 31 UUD 1945.
c.       Ikut aktif dalam kegiatan koperasi dan kegiatan ekonomi sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.
Dengan demikian setiap warga negara Indonesia harus ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengembangan demokrasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai system demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Para Bapak Bangsa yang meletakkan dasar pembentukan Negara Indonesia, setelah tercapainya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mereka sepakat menyatukan rakyat yang berasal dari beragam suku bangsa, agama, dan budaya yang tersebar di ribuan pulau besar dan kecil, di bawah payung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia pernah menjalani sistem pemerintahan federal di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS) selama tujuh bulan (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950), namun kembali ke bentuk pemerintahan republik. Setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan.
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upaya-upaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya.
Konstitusi Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang mengatur kedudukan dan tanggung jawab penyelenggara negara; kewenangan, tugas, dan hubungan antara lembaga-lembaga negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban warga negara. Lembaga legislatif terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Lembaga Eksekutif terdiri atas Presiden, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang wakil presiden dan kabinet. Di tingkat regional, pemerintahan provinsi dipimpin oleh seorang gubernur, sedangkan di pemerintahan kabupaten/kotamadya dipimpin oleh seorang bupati/walikota. Lembaga Yudikatif menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga kehakiman tertinggi bersama badan-badan kehakiman lain yang berada di bawahnya.
Fungsi MA adalah melakukan pengadilan, pengawasan, pengaturan, memberi nasehat, dan fungsi adminsitrasi. Saat ini UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandemen, yang telah memasuki tahap amandemen keempat. Amandemen konstitusi ini mengakibatkan perubahan mendasar terhadap tugas dan hubungan lembaga-lembaga negara.

B.     Saran
Peran penting sejarah dalam memahami sistem politik sangat berkaitan dengan faktor lingkungan. Perubahan lingkungan sebagai batas ruang lingkup sistem politik merupakan hasil bentukan budaya yang terdapat di dalam maupun di luar sistem.
Budaya sendiri merupakan peristiwa sejarah yang menggambarkan pola perilaku, cita rasa, yang dirasakan, ditanamkan, diwariskan, dari generasi satu ke generasi lainnya. Dengan demikian sangatlah naif apabila kita menganalisa sistem politik sekarang tanpa paham akar sejarahnya. Karena yang akan kita dapatkan hanyalah analisa sempit yang tidak dapat memberikan sumbangsih bagi kepentingan perbaikan sistem politik di masa depan.
Apabila sistem berfungsi seperti tahapan yang digambarkan, kita akan mendapatkan “sistem politik stabil.” Sedangkan apabila sistem tidak berjalan sesuai tahapan, maka kita akan mendapatkan “sistem politik disfungsional.” Easton menetapkan batasan lingkungan pada sistem politik dimana input dan output senantiasa berada dalam keadaan tetap, seperti tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
























DAFTAR PUSTAKA

Mariam Budiarjo, dkk, “Dasar-dasar ilmu Politik”, Gramedia, 2003
Murshadi “Ilmu Tata Negara; untuk SLTA kelas III”, Rhineka Putra, bandung, 1999
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia”, Balai Pustaka, 2008
Nazaruddin, “Profil Budaya Politik Indonesia”, Pustaka Utama, 1991
Nazaruddin Sjamsuddin, “Dinamika Politik Indonesia”, Gramedia Pustaka Utama, 1993
Sukarna, “Sistem Politik Indonesia, Jilid 4”, Mandar Maju, 1993

1 komentar: