BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ada sebagian masyarakat yang merasa dirinya tidak
tersentuh oleh pemerintah. Dalam artian pemerintah tidak membantu untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya, tidak memperdulikan pendidikan dirinya
dan keluraganya, tidak mengobati penyakit yang dideritanya dan lain sebagainya
yang menggambarkan seakan-akan pemerintah tidak melihat penderitaan yang
dirasakan mereka.
Dalam konteks Indonesia ini yang merupakan suatu
Negara yang demokratis tentunya elemen masyarakat disini sangat berperan dalam
pembangunan suatu Negara. Negara mempunyai hak dan kewajiban bagi warga
negaranya begitu pula dengan warga negaranya juga mempunyai hak dan kewajiban
terhadap Negaranya.
Salah satu unsur Negara adalah rakyat, rakyat yang
tinggal di suatu Negara tersebut merupakan penduduk dari Negara yang
bersangkutan. Warga Negara adalah bagian dari penduduk suatu Negaranya. Tetapi
seperti kita ketahui tidak sedikit pula yang bukan merupakan warga Negara bisa
tinggal di suatu Negara lain yang bukan merupakan Negaranya.
1.2 TUJUAN
Tujuan mempelalajari makalah ini, mahasiswa diharapkan
mampu :
1.2.1
mendeskripsikan kedudukan warga negara yang diatur dalam UUD 1945
1.2.2
menjelaskan warga Negara dan kewarganegaraan
1.2.3
menunjukkan persamaan warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
1.2.4
menjelaskan asas kewarganegaran yang berlaku secara umum
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.3.1
Apa sajakah sayarat-syarat untuk menjadi WNI ?
1.3.2
Faktor apa sajakah yang bisa menyebabkan hilangnya kewarganegaraan seseorang ?
1.3.3
Apa sajakah yang menjadi hak dan kewajiban WNI ?
1.3.4
Bagaimana persamaan kedudukan warga Negara, khususnya di Indonesia ?
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 PENGERTIAN WARGA NEGARA
Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat
diatur oleh Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri.
Adapun pengertian penduduk menurut Kansil adalah mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan,
diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara
itu.
2.2 PENGERTIAN HAK
Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan
penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan
pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya. “Hak adalah kuasa
untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan
melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.”
Menurut
Prof. Dr. Notonagoro:Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang
semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat
oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
olehnya..
2.3 PENGERTIAN KEWAJIBAN
Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang
semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan (Prof. Dr. Notonagoro). Sedangkan Kewajiban adalah Sesuatu yang
harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab. Contohnya : melaksanakan tata
tertib di sekolah, membayar SPP.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 WARGA NEGARA DAN PEWARGANEGARAAN
3.1.1 DASAR
HUKUM YANG MENGATUR WARGA NEGARA
Warga negara merupakan anggota sebuah negara yang
mempunyai tanggungjawab dan hubungan timbal balik terhadap negara. seseorang
yang di akui sebagai warga negara dalam suatu negara harus di tentukan
berdasarkan ketentuan yang telah disepakati dalam negara tersebut.Sesuai dengan
UUD 1945 pasal 26, yang disebut warga negara adalah bangsa Indonesia asli dan
bangsa lain yang di sahkan undang-undang sebagai warga negara. Dalam penjelasan
UUD 1945 pasal 26 ini, dinyatakan bahwa orang-orang bangsa lain misalnya; orang
peranakan Belanda, peranakan Arab, cina dll yang bertempat (menetap) di
Indonesia, yang mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia
kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga Negara Republik Indonesia.
Selain itu,
sesuai dengan pasal 1 UU No.22/1958, dinyatakan bahwa warga negara Republik
Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan atau
perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara RI.
Menurut
pasal 4 UU RI No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, terdapat ketentuan baru
mengenai warga Negara RI. misalnya; sebelum UU ini berlaku, perempuan WNI yang
menikah dengan laki-laki WNA, maka anak yang lahir akan mengikuti
kewarganegaraan ayahnya, namun sekarang kewarganegaraannya tidak berbeda (
tetap menjadi WNI),
Pasal 4 UU
No 12 Th 2006 menerangkan
bahwa : Warga Negara Indonesia adalah:
a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
b. anak yang
lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
c. anak yang
lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu
warga negara asing;
d. anak yang
lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu
Warga Negara Indonesia;
e. anak yang
lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi
ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak
memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f. anak yang
lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
g. anak yang
lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
h. anak yang
lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin;
i. anak yang
lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. anak yang
baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah dan
ibunya tidak diketahui;
k. anak yang
lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l. anak yang
dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu
Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m. anak dari
seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
Peraturan
perundang-undangan yang pernah dan masih berlaku di Indonesia, dapat di
golongkan berdasarkan periode/masa sebagai berikut;
- Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda
Oleh karena
Hindia Belanda bukan merupakan suatu negara, maka tanah air Indonesia dalam
zaman Hindia Belanda tidak mempunyai kewarganegaraan. Menurut peraturan Hindia
Belanda (Indische Staatsregeling tahun 1927), penghuni atau penduduk tanah air
Indonesia, yang bukan orang asing disebut kawulanegara Belanda yang dapat
dibagi atas 3 golongan Sbb;
- Golongan Eropa;
- Golongan Timur asing;
- Golongan Bumi Putera.
- Setelah proklamasi Kemerdekaan RI 1945
Peraturan
perundangan kewarganegaraan Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 1945
adalah sebagai berikut;
- UU RI No. 3 tahun 1946, tentang kewarganegaraan Indonesia
- KMB 27 Desember 1949 ( kewarganegaraan menurut hasil perundingan KMB antara RI dengan Belanda)
- UU no. 62 tahun 1958, tentang penyelesaian Dwi Kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC
- UU No. 4 tahu 1969, tentang pencabutan UU No. 2 tahun 1958 dan dinyatakan tidak berlaku lagi
- UU No. 3 tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 UU No. 62 tahun 1958
- Pada masa sekarang
Adapun UU
yang mengatur tentang kewarganegaraan RI yang baru, yaitu UU RI No. 12 tahun
2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia.
3.1.2 ASAS –
ASAS KEWARGANEGARAAN INDONESIA
Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menyebutkan, Kewarganegaraan adalah
segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Dan Undang-Undang
Kewarganegaraan yang baru ini tengah memuat asas-asas kewarganegaraan umum
ataupun universal. adapun asas-asas yang dianut dalam undang-undang ini antara
lain :
1. Asas Ius
Sanguinis (law of blood) merupakan asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas Ius
Soli (law of the soil) secara terbatas merupakan asas yang menetukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang
diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini.
3. Asas
Kewarganegaraan Tunggal merupakan asas yang menentukan satu kewarganegaraan
bagi setiap orang.
4. Asas
Kewarganegaraan Ganda terbatas merupakan asas yang menetukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini.
3.1.3
PEWARGANEGARAAN (NATURALISASI)
Naturalisasi
adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status
kewarganegaraan. Ada dua jenis pewarganegaran, yaitu pewarganegaran aktif dan
paif. Dalam pewarganegaran aktif seseorang dapat menggunakan hak opsi, yaitu
untuk memilih dan mengajukan kehendak menjadi warga Negara di suatu Negara.
Sedangkan dalam pewarganegaran pasif, apabila sesorang tidak mau dijadikan
warga Negara suatu Negara, maka dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak
untuk menolak pemberian kewarganegaran dari suatu Negara.
3.1.4
MASALAH STATUS KEWARGANEGARAAN
Masalah
status kewarganegaraan seseorang akan muncul apabila asas kewarganegaraan
tersebut di atas diterapkan secara tegas dalam sebuah negara, sehingga
mengakibatkan terjadinya beberapa kemungkinan berikut :
a. Apatride
Apatride
(tanpa kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan kewarganegaraan,
seseorang tidak diakui sebagai warganegara dari negara manapun. Misalnya Agus
dan Ira adalah suami isteri yang berstatus ius-soli. Mereka berdomisili di
negasa A yang berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka, Budi.
Menurut negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya
bukan warganegasa. Begitu pula menurut negara B, Budi tidak diakui sebagai
warganegaranya, karena lahir di negara lain. Dengan demilian Budi tidak
mempunyai kewarganegaraan atau Apatride.
b. Bipatride
Bipatride
adalah seseorang yang memiliki dua kewarganegaraan.Bipatride (dwi kenegaraan) timbul
apabila menurut peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap sebagai
warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi dan Ani adalah suami isteri yang
berstatus warga negara A namum mereka berdomisili di negara B. Negara A
menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli.Kemudian
lahirlah anak mereka, Dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-sanguinis,
Dani adalah warga negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya.
Menurut negara B yang menganut asas ius-soli, Dani juga warga negaranya, karena
tempat kelahirannya adalah negara B. Dengan demikian Dani mempunyai status dua
kewarganegaraan atau Bipatride.
c. Multipatride
Seseorang
yang memiliki lebih dari dua status kewarganegaraan, aitu seseorang (penduduk)
yang tinggal diperbatasan antara dua negara.
Seseorang
tidak diberikan berkwarganegaraan ganda. Oleh karena itu, apabila seseorang
mengalami kasus aptride, setelah berumur 18 tahun dia bebas memilih
kewarganegaraannya dengan jalan naturalisasi. Demikian pula dengan orang yang
menalami kasus bipatride maka dia harus menolak salah satu dari dua
kewarganegaraan.
3.1.5 HAL
YANG MENYEBABKAN KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN
Pasal 23 UU
RI No. 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan mengatur sebab-sebab kehilangan
kewarganegaraan Indonesia, yaitu sebagai berikut :
- Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri
- Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.
- Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, apabila yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin., bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
- Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu oleh presiden
- Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan hanya dapat dijabat oleh WNI
- Secara suka rela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut
- Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing
- Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya
- Bertempat tinggal diluar NKRI selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan.
Sedangkan
pasal 26 UU RI No.12 tahun 2006, juga menyebutkan kehilangan kewarganegaraan
bagi suami atau istri WNI dengan ketentuan sebagai berikut :
- Perempuan WNI yang kawin dengan laki-laki WNA kehilangan kewarganegaraannya, jika menurut hukum negara asal suaminya kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut
- Laki-laki WNI yang kawin dengan perempuan WNA kehilangan kewarganegaran RI, jika menurut hukum asal istrinya kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat dari perkawinan tersebut.
3.2
PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA
3.2.1. MAKNA
PERSAMAAN
Persamaan merupakan
perwujudan kehidupan di dalam masyarakat yang saling menghormati dan menghargai
orang lain dengan tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, dan antar golongan
(SARA). Timbulnya berbagai suasana tidak nyaman dan ketakutan bagi setiap
manusia (masyarakat) disuatu tempat, karena adanya segelintir orang yang
mempunyai keinginan/ kpentingan tertentu dengan cara-cara yang tidak beradab.
Di
negara-negara berkembang pada umunya (termasuk Indonesia), memakai “persamaan
hidup” lebih bersifat kultural karena faktor adat-istiadat dan budaya yang
diterapkan secar turun temurun. Penghormatan dan penghargaan yang tulus
masih terasa cukup kuat terutama pada masyarakat pedesaan. Namun di kota-kota
besar pada umumnya dengan masyarakatnya yang sudah sangat kompleks (heterogen)
dan multikultural, tentu tidak banyak yang diharapkan.
3.2.2.
JAMINAN PERSAMAAN HIDUP (PENDEKATAN KULTURAL)
Dalam
kehidupan berbangsa Indonesia secara kultural, jaminan terhadap persamaan hidup
telah tertanam melalui adat dan budaya daerah yang relatif memiliki nilai-nilai
yang hampir sama. Beberapa nilai kulural bangsa Indonesia yang patut kita
lestarikan dalam upaya memberikan jaminan persamaan hidup dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, antara lain :
a. Nilai
religius
Realitas
kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang hingga sekarang ini sarat
dengan nilai–nilai regius, meskipun disadari bahwa tata cara ritual dan
bentuk-bentuk yang disembah berbeda.
b. Nilai
gotong royong
Pada
sebagian masyarakat Indonesia, nilai-nilai gotong royong masih sangat kuat
dipertahankan sebagai wujud kepedulian dan mau membantu sesama.
c. Nilai
ramah tanah
Kebiasaan
dalam pergaulan hidup yang mengembangkan sopan santun dan ramah tamah merupakan
salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain
didunia.
d. Nilai
kerelaan
Berkorban
dan cinta tanah air Rela berkorban dan cinta tanah air merupakan wujud
ketulusan pengorbanan seseorang dalam bentuk harta benda maupun nyawa untuk
kepentingan harga diri, harkat martabat bangsa dan negara.
3.2.3.
JAMINAN PERSAMAAN HIDUP DALAM KONSTITUSI NEGARA
Masa
penjajahan yang berlangsung sejak zaman Belanda dan zaman Jepang, telah membuka
mata seluruh masyarakat dan pemimpin bangsa Indonesia agar mampu menata
kehidupan bangsa yang merdeka dan berdaulat serta sejajar dengan bangsa-bangsa
lain yang beradab.
Para pendiri
negara sangat menyadari bahwa setelah bangsa Indonesia merdeka, Negara yang
akan di bangun adalah Negara yang berisi masyarakat Indonesia yang Bhineka
Tunggal Ika dengan keberagaman suku, agama, ras dan golongan dari Sabang sampai
Merauke. Oleh sebab itu, dasar Negara yang menjadi pedoman penyelengaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus mampu mewadahi
kepentingan-kepentingan masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.
Mengingat
konstruksi yang dibangun oleh bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia bersumber dari keberagaman suku, agama, ras, dan golongan,
maka sudah menjadi kewajiban Negara untuk memberikan “jaminan persamaan hidup”
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jaminan persamaan
hidup wrga Negara di dalam konstitusi Negara, dapat disebutkan antara lain :
A. Pembukaan
UUD 1945
Pada alinea
pembukaan UUD 1945 disebutkan bawa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan. Kalimat
tersebut mengandung makna adanya pengakuan jaminan persamaan hidup bagi bangsa
beradab mana pun di dunia, karena tak satu pun bangsa yang mau di jajah oleh
bangsa lain.
Dalam alinea
ke- 4 Pembukaan UUD 1945, dinyatakan: “……….. Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
social, …… Kalimat “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia” . Jadi, jelaslah bahwa perial jaminan persamaan hidup di
Indonesiasecara konstitusional termaktub di dalam pembukaan UUD 1945. Jaminan
persamaan kehidupan telah secara eksplisit dinyatakan untuk selanjutnya
diimplementasikan kedalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Sila-sila
Pancasila
Pengakuan
jaminan persamaan hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
di Indonesia juga telah dirumuskan secara fisolofis dalam dasar Negara
Pancasila melalui sila-sila Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
Bahwa segala
agama dan kepercayaan yang beradab di Indonesiaterpusat pada Ketuhanan Yang
Maha Esa. Oleh sebab itu, makna utama dalam sila pertama ini yaitu adanya
pengakuan persamaan jaminan hidup bagi warga Negara Indonesia untuk
beragama dan melaksanakan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinan
mesing-masing.
2.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Menunjukan
ekspresi bangsa Indonesia yang mempunyai keinginan kuat bahwa dalam aspek-aspek
hubungan antar manusia adanya jaminan persamaan hidup dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, berdasrkan moralitas yang adil dan beradab.
3. Persatuan
Indonesia
Dengan dasar
persatuan dan kesatuan Indonesia, maka setiap bangsa Indonesia mampu meletakan
kepentingan diri sendiri dan golongan.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
Merupakan
keinginan hidup berbangsa dan bernegara yang demokratis baik dalam arti formal
maupun material berdasarkan dalam permusyawaratn / perwakilan. Ketuhanan Yang
Maha Esa dan moralitas kemanusiaan yang adil dan beradab dengan senantiasa
menjunjung tinggi persatuam dan kesatuan bangsa.
5. Keadilan
sosial bagi seluruhrakyat Indonesia
Dimaksudkan
dalam rangka pengaturan hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, material
maupun spiritual.
C. UUD 1945
dan Peraturan Perundangan Lainnya
Bila
memperhatikan komitmen bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan Negara yang ingin
mewujudkan “jaminan persamaan hidup” dalam kehidupan bermasyarakn, berbangsa,
danbernegara, sudah sangat jelas bahwa hal tersebut ingin segera diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari.
3.3 HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
INDONESIA DENGAN UUD 45
Hak dan
Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi
pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara
memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi
pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam
menjalani kehidupannya. Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban,
yaitu dengan cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga
negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun
harus tahu akan hak dan kewajibannya.
Sebagaimana
telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga
negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat akan diatur dalam
undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat
demokrasi. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini kepada kehidupan yang lebih
baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak dan kewajiban dengan seimbang.
Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang selama ini kurang mendapat
kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.
3.3.1 HAK
DAN KEWAAJIBAN WARGA NEGARA :
1.
Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara Wujud hubungan warga negara dan
negara pada umumnya berupa peranan (role).
2. Hak
dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara Indonesia
tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.
3.3.2 HAK
WARGA NEGARA INDONESIA
-
Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
-
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
-
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah (pasal 28B ayat 1).
-
Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang” (pasal 28B ayat 2).
-
Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal
28C ayat 1)
-
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
-
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
-
Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,
hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban
Warga Negara Indonesia :
-
Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi
:segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
-
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan : setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
-
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan :
Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain
-
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J
ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
-
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara.”
3.3.3 HAK
DAN KEWAJIBAN TELAH DICANTUMKAN DALAM UUD 1945 PASAL 26, 27, 28, DAN 30
1.
Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang
sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan
ditetapkan dengan undang-undang.
2.
Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat
(2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
3.
Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4.
Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan
undang-undang.
3.4 MENGHARGAI PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA
Menghargai
Persamaan Kedudukan Warga Negara Tanpa Membedakan Ras, Agama, Gender, Golongan,
Budaya dan Suku.
Sebagaimana kita ketahui, semboyan bangsa Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan yang ada hendaknya tidak dianggap sebagai ancaman tetapi lebih merupakan anugerah. Untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan diantara semua komponen bangsa, maka perbedaan itu harus disikapi sedemikian rupa sehingga terjalin keserasian hidup.
Sebagaimana kita ketahui, semboyan bangsa Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan yang ada hendaknya tidak dianggap sebagai ancaman tetapi lebih merupakan anugerah. Untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan diantara semua komponen bangsa, maka perbedaan itu harus disikapi sedemikian rupa sehingga terjalin keserasian hidup.
3.4.1
PERBEDAAN RAS
Dalam pasal
26 ayat 1 UUD 1945 tentang warga Negara dan penduduk, disebutkan bahwa yang
menjadi warga Negara dan penduduk ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan UU sebagai warga Negara. Perbedaan ras
yang ada hendaknya jangan dijadikan masalah yang mengancam disintegrasi bangsa.
Semua adalah warga Negara Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dengan orang-orang bangsa Indonesia asli dalam mewujudkan kejayaan bangsa dan
Negara Indonesia dimata dunia internasional. Kita harus saling menghormati dan
saling menghargai.
3.4.2
PERBEDAAN AGAMA
Pasal 29
ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu.
Di Indonesia
ada lima lembaga keagamaan yang keberadaannya diakui oleh pemerintah, yaitu
1. MUI
(Majelis Ulama Indonesia)-Islam
2. PGI
(Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia)-Kristen
3. KWI
(Konferensi Wali Gereja Indonesia )-Khatolik
4.WALUBI
(Perwakilan Umat Budha Indonesia)-Budha
5. PHDI
(Parisada Hindu Darma Indonesia)-Hindu
3.4.3
PERBEDAAN GENDER
Gender
adalah jenis kelamin manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Setiap warga Negara
baik laki-laki maupun perempuan, memiliki kedudukan yang sama. Laki-laki dan
perempuan memiliki hak yang sama untuk duduk di lembaga pemerintahan serta
berbagai bidang kehidupan lainnya.
3.4.3
PERBEDAAN GOLONGAN SOSIAL
Golongan
sosial adalah suatu kesatuan manusia yang ditandai oleh cirri-ciri tertentu
serta mempunyai ikatan identitas sosial. Di Indonesia terdapat berbagai golongan
sosial. Setiap warga Negara Indonesia hendaknya menyadari bahwa setiap orang
memiliki kedudukan yang sama sebagai warga Negara, tanpa memandang dari
golongan sosial mana ia berasal.
3.4.4
PERBEDAAN BUDAYA
Menurut
pendapat Selo Soemardjan dan Soelaiman, kebudayaan adalah semua hasil cipta,
rasa dan karsa manusia. Di Indonesia terdapat berbagai kebudayaan, baik yang
berasal dari budaya daerah maupun budaya bangsa lain. Setiap orang hendaknya
menyadari bahwa perbedaan budaya tersebut merupakan kekayaan bangsa dan tidak
menjadikan sebagai faktor yang akan memecah-belah persatuan bangsa.
3.4.5
PERBEDAAN SUKU
Suku adalah
golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang lebih besar. Suku bangsa adalah
suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadran dan identitas akan kesatuan
kebudayaan. Diskriminasi merupakan tindakan yang tidak adil terhadap individu
akibat adanya karakteristik tertentu pada individu tertentu. Karakteristik
tersebut bisa berupa agama gender, golongan, suku, budaya, pendidikan, status
sosial ekonomi.
BAB IV
STUDI KASUS
Meskipun di tingkat
nasional belum ada keputusan tentang keberadaan Ahmadiyah, peraturan Bupati
Pandeglang, Banten, yang melarang keberadaan kelompok itu mulai berlaku tanggal
21 Februari. Hal ini kembali menunjukkan lemahnya komitmen negara melindungi
hak-hak dasar warga negara.
Ketua Komnas
Perempuan Yuniyanti Chuzaifah dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (23/2),
meminta agar pemerintah pusat menyikapi peraturan Bupati Pandeglang tersebut
karena muatannya mengingkari mandat UUD 1945, terutama kewajiban negara menjamin
hak beragama warga negara.
Menurut
Yuniyanti, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri perlu mencegah
lahirnya kebijakan di tingkat pusat hingga daerah yang bertentangan dengan
konstitusi.
Komisioner
dan Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas
Perempuan KH Husein Muhammad mengkhawatirkan peraturan bupati tersebut akan
ditiru oleh daerah-daerah lain. Peraturan itu pun bertentangan dengan peraturan
di tingkat nasional yang tidak melarang keberadaan Ahmadiyah.
Lahirnya
peraturan bupati tersebut menambah jumlah peraturan yang terbit di daerah
(perda) yang mendiskriminasi perempuan. KH Husein menyebut, ada 189 perda yang
mendiskriminasi perempuan dan bertentangan dengan konstitusi. Komnas Perempuan
sudah menyampaikan hal ini kepada Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam
Negeri, dan Bappenas. ”Umumnya pejabat di kementerian tidak memahami
perda-perda tersebut mendiskriminasi,” papar KH Husein.
Komnas
Perempuan berinisiatif membangun jaringan reformis—terdiri dari eksekutif,
legislatif, akademisi, media, dan lembaga swadaya masyarakat—di 16
kabupaten/kota di 7 provinsi yang memiliki perda bermasalah, dan kini juga
memantau kerja mereka di dalam jaringan.
Menurut KH
Husein, di lapangan ditemui banyak masalah. Mulai dari penyusunan perda yang
tidak sesuai UUD 1945 hingga tidak lengkapnya partisipasi masyarakat karena
tidak mengundang korban.
Lebih tegas
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriani meminta pemerintah bersikap lebih
tegas menertibkan perda berkaitan Ahmadiyah. Di lapangan, surat keputusan
bersama tiga menteri multitafsir, mendorong konflik antarwarga. Perempuan dan
anak warga Ahmadiyah mengalami kekerasan berlapis, mulai dari stigma atas
keyakinan oleh masyarakat hingga institusi pendidikan hingga ancaman kekerasan
seksual. Dalam kekerasan di Cikeusik, Pandeglang, menurut KH Husein, seorang
ibu warga Ahmadiyah mengalami keguguran kehamilan. ”Kami sudah minta pencabutan
perda-perda yang mendiskriminasi. Untuk perda berhubungan dengan pungutan
retribusi, Menteri Keuangan bisa membatalkan perda tersebut, tetapi untuk perda
yang mendiskriminasi perempuan pemerintah pusat tak bertindak?” gugat KH
Husein.
Dalam
wawancara terpisah, pengajar di IAIN Sunan Kalijaga, Noorhaidi Hasan PhD,
mengatakan, pemerintah harus bersikap tegas dalam menjaga landasan berpijak
bersama (common platform) yang telah menjadi kesepakatan berbagai pihak yang
tertuang dalam konstitusi. Di dalam menjaga landasan pijak bersama itu
pemerintah juga harus bersikap adil, tidak memihak kepada kelompok besar yang
menjadi arus utama.
Konflik
agama yang terjadi saat ini disebabkan sikap ambivalen pemerintah dalam
mengawal keberagaman beragama. Seharusnya negara memiliki manajemen pengelolaan
keragaman agama tanpa meninggalkan semangat demokrasi.
Dalam
globalisasi, tarikan dari tradisional berbasis agama, suku, dan kelompok akan
menguat karena banyak anggota masyarakat kehilangan identitasnya. Perda-perda
yang bernapaskan agama, menurut Noorhaidi, adalah bagian dari politik identitas
di satu sisi, sementara di sisi lain juga katup penyalur dari menguatnya
revitalisasi agama sebagai solusi terhadap berbagai persoalan yang ditimbulkan
globalisasi.
Friksi
muncul ketika globalisasi di satu sisi membuat tidak ada otoritas tunggal dalam
menentukan makna simbol-simbol keagamaan, di sisi lain tarikan dari loyalitas
tradisional juga menguat.
Karena itu,
sikap tegas negara dibutuhkan dalam penegakan hukum disertai agenda sistematis
menumbuhkan semangat keberagaman. (NMP)
BAB V
PENUTUP
5.1
KESIMPULAN
Warga Negara
adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh Pemerintah Negara tersebut
dan mengakui Pemerintahnya sendiri.
Hak adalah
Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita
sendiri. Sedangkan Kewajiban adalah Sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh
rasa tanggung jawab. Kedua harus menyatu, maksudnya dikala hak-hak kita sebagai
warga negara telah didapatkan, maka kita juga harus menenuaikan kewajiban kita
kepada negara seperti: membela negara, ikut andil dalam mengisi kemerdekaan ini
dengan hal-hal yang positif yang bisa memajukan bangsa ini.
5.2 SARAN
Dengan
ditulisnya makalah yang menjelaskan tentang Persamaan Kedudukan Warga Negara
Sebagai Anggota Masyarakat ini, semoga kita semua bisa benar-benar memahami
tentang apa yang seharusnya kita dapatkan sebagai warga negara di negeri ini.
Sehingga, jika ada hak-hak yang belum kita dapatkan, kita bisa
memperjuangkannya. jika hak-hak sebagai warga negara telah kita terima, maka
sepatutnya kita menjalankan kewajiban kita sebagai warga negara. Dengan
demikian, negeri ini akan maju dan penuh dengan keadilan, kemakmuran, aman dan
sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen
Kewarganegaraan Universitas Negeri Jakarta. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta : Unit Pelaksana Teknis UPT MKU Universitas Negeri Jakarta.
Listyarti,
Retno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Esis.
http://yandiyulio.wordpress.com/2009/03/24/menghargai-persamaan-kedudukan-warga-negara/ diakses pada tanggal 23 Oktober
2012
KENAPA HARUS ADA GPN? INI PENJELASAN BCA
BalasHapus